[ Senin, 09 Agustus 2010 ]
It's Very Extraordinary
Oleh: raisha Irmala
L is for the way you look at me
O is for the only one I see
V is very, very extraordinary
E is even more than anyone that you adore...
Lantunan lagu L-O-V-E dari Nat King Cole mengalun indah dari iPod Touch milik Tatia. Entah sudah berapa kali lagu itu terputar ulang. Itu lagu favorit Tatia. Sahabatku yang manis ini memang tak pernah absen mendengarkan lagu ini. Terutama saat sedang duduk di bangku taman kompleks seperti ini bersamaku. Kami selalu duduk berdua di bangku taman ini setiap sore setelah jalan-jalan keliling kompleks.
Jujur saja. Sebenarnya, aku sama sekali tidak menyukai ide berjalan-jalan sore. Apa sih enaknya berkeliling melihat hal yang sama tiap hari? Aku sih lebih suka tidur di rumah atau main apapun, daripada sekedar berjalan keliling kompleks. Iya kan?
Tapi, aku tidak pernah bisa menolak ajakan Tatia. Lebih tepatnya, aku tidak bisa membiarkannya jalan-jalan sendirian keliling kompleks. Mana bisa aku membiarkan gadis yang kusukai itu jalan sendirian kayak anak hilang? Aku tidak mau melihatnya digoda cowok iseng. Aku akan selalu menjaganya.
Sejak pertama kali melihat Tatia, aku langsung sadar bahwa dia sukses mencuri hatiku. Saat itu aku masih kecil. Tapi aku langsung jatuh hati pada senyumannya. Tatia punya senyuman secerah mentari. Hangat senyumnya selalu sukses mencerahkan hariku. Hawa sedingin apapun, akan terasa hangat dengan melihat senyuman Tatia. Yah, setidaknya, itulah arti senyuman Tatia bagiku.
Kami tumbuh dan besar bersama sebagai seorang sahabat. Aku selalu mendengarkan keluh kesahnya. Aku selalu ada disampingnya saat ia membutuhkanku. Aku menemaninya di saat dia tertawa maupun menangis. Mungkin Tatia tidak pernah sadar, aku menyayanginya. Menyayanginya lebih dari siapapun. Lebih dari cowok-cowok yang pernah mencoba mendekatinya. Untungnya, dia selalu menolak ajakan pacaran dari cowok-cowok itu.
"Aku nggak suka mereka, Chiko. Aku nggak mau menyakiti hati mereka dengan menerima ajakan mereka padahal aku nggak punya perasaan apa-apa. Aku nggak salah kan Chiko?" Selalu begitu alasan yang Tatia ungkapkan padaku setelah dia mematahkan hati para cowok itu. Aku cuma bisa mengangguk mendukungnya.
"Chikooo!! Itu dia keluar!" seru Tatia sambil menahan napas, melepas earphone iPodnya, dan berpegangan erat padaku. Aku menoleh ke arah yang ditatap Tatia dengan penuh semangat. Seorang cowok berusia 16 tahun membuka pintu pagar, mengeluarkan sepeda fixie-nya. Cowok itu punya rutinitas bersepeda setiap sore. Tatia hafal benar kebiasaan itu. Itulah sebabnya, selama sebulan ini, kami tak pernah absen duduk di bangku taman ini.
Namanya Arya. Cowok itu anak pindahan. Dia dan keluarganya baru saja sebulan yang lalu menempati rumah yang letaknya persis di depan taman tempat kami duduk ini. Dia bertubuh tinggi, berambut cepak, dan punya senyuman berlesung pipi yang aku yakin bisa melumpuhkan hati cewek manapun yang melihatnya. Termasuk hati Tatia.
Baru kali ini Tatia menaruh perhatian khusus pada seorang cowok. Sayangnya, Tatia tidak punya keberanian untuk berkenalan dengannya. Bahkan, Tatia tahu bahwa namanya Arya dari sebuah kebetulan saat teman si Arya berteriak memanggil nama Arya dari depan pagar rumahnya.
Ya. Tatia sama sepertiku, cuma bisa memendam perasaan sukanya itu sendirian. Arya mungkin tidak pernah tahu bahwa ada seorang gadis manis yang menunggu setiap sore, hanya untuk melihat sosoknya dikejauhan.
Ironisnya, Tatia juga mungkin tidak akan pernah tahu, kalau aku, yang selama ini disebelahnya, mencintainya setengah mati. "Aku sayang kamu Chiko. Kamu sayang aku kan? Kamu memang sahabat terbaikku!" begitu selalu ujarnya saat memelukku. Lihat kan? Tatia hanya menganggapku sebagai sahabat. Tidak lebih. Ah, Tatia... seandainya kau tahu. Aku mencintaimu, lebih dari sekedar sahabat.
Disebelahku, Tatia masih berpegangan erat padaku. Matanya lekat menatap Arya yang sedang mengecek keadaan sepedanya sebelum berangkat. Memandangnya seakan takut untuk berkedip. Seakan takut, kalau sedikit saja dia meleng, Arya akan lenyap. Padahal, Arya tidak pernah sekalipun menoleh ke arah kami. Mungkin dia tidak menyadari keberadaan kami ya?
Tapi sepertinya hari ini keajaiban datang. Tiba-tiba, Arya menoleh ke arah kami. Dan tersenyum! Tatia mempererat pegangannya padaku. Aduh, sakit! batinku. Tapi aku diam saja. Kalau dengan mempererat pegangannya dia merasa lebih tenang, aku tak keberatan kok.
Disebelahku, Tatia tampak pucat. Dia bahkan menoleh ke belakang untuk memastikan dibelakang kami tidak ada orang lain yang mungkin disenyumi oleh Arya. Jelas saja dia shock kehadirannya disadari oleh Arya. Sudah sebulan ini kami duduk di bawah bayang-bayang rindang pohon di taman.
Ajaibnya lagi, Arya mendatangi kami. Masih dengan senyuman mautnya.
"Hai..." sapa Arya kalem pada kami berdua
Aku menoleh ke Tatia. Memastikan reaksinya. Saking grogi dan shock-nya, Tatia malah bengong memandangi Arya. Kusenggol lengannya dengan tubuhku. Tatia tersadar dan tersenyum ragu-ragu, "H.. hai.." ucapnya terpatah-patah pada Arya.
Arya tertawa renyah. "Kok kelihatannya kaget gitu? Hehe. Aku selalu melihat kalian berdua lho dari dalam rumah. Kalian selalu duduk disini setiap sore kan? Makanya aku jadi penasaran pengin kenalan sama kalian. Namaku Arya, kalian siapa?" tanyanya sambil memandang kami bergantian.
Arya mengulurkan tangan ke Tatia. Tatia menyambut uluran tangan Arya, masih dengan muka shock. Aku bahkan serasa dapat mendengar bunyi deburan jantungnya dari sini. Tatia mencoba tersenyum. Dan jujur saja, baru kali ini, aku melihat Tatia tersenyum semanis ini. Aura mataharinya bersinar lebih terang.
Ah, akhirnya... Tatia menemukan cintanya.
Aku? Oh, jelas aku mendukungnya. Oke, aku akui, aku memang patah hati dan cemburu pada Arya. Tapi, asal Tatia bahagia seperti ini, aku juga ikut bahagia. Aku cukup mendukung Tatia disampingnya sebagai sahabatnya. Cintaku tak akan luntur. Aku akan tetap setia. Bahkan jika nanti Tatia sedih karena Arya, aku akan tetap disampingnya menghiburnya. Bagiku, bisa mencintainya saja sudah cukup. Inilah yang kusebut dengan very extraordinary love.
"Aku Tatia..." Tatia akhirnya bersuara memperkenalkan dirinya.
Arya ganti menoleh ke arahku. Dia mengulurkan tangannya untuk mengelus kepalaku. Tatia ikut menoleh ke arahku kali ini.
"Oh, dia Chiko.. Sahabat sekaligus Golden Retriever kesayanganku," ujar Tatia memperkenalkan aku pada Arya sambil memelukku dengan sangat erat.
"Guk!" ***
Penulis adalah pelajar Universitas Airlangga
It's Very Extraordinary
Oleh: raisha Irmala
L is for the way you look at me
O is for the only one I see
V is very, very extraordinary
E is even more than anyone that you adore...
Lantunan lagu L-O-V-E dari Nat King Cole mengalun indah dari iPod Touch milik Tatia. Entah sudah berapa kali lagu itu terputar ulang. Itu lagu favorit Tatia. Sahabatku yang manis ini memang tak pernah absen mendengarkan lagu ini. Terutama saat sedang duduk di bangku taman kompleks seperti ini bersamaku. Kami selalu duduk berdua di bangku taman ini setiap sore setelah jalan-jalan keliling kompleks.
Jujur saja. Sebenarnya, aku sama sekali tidak menyukai ide berjalan-jalan sore. Apa sih enaknya berkeliling melihat hal yang sama tiap hari? Aku sih lebih suka tidur di rumah atau main apapun, daripada sekedar berjalan keliling kompleks. Iya kan?
Tapi, aku tidak pernah bisa menolak ajakan Tatia. Lebih tepatnya, aku tidak bisa membiarkannya jalan-jalan sendirian keliling kompleks. Mana bisa aku membiarkan gadis yang kusukai itu jalan sendirian kayak anak hilang? Aku tidak mau melihatnya digoda cowok iseng. Aku akan selalu menjaganya.
Sejak pertama kali melihat Tatia, aku langsung sadar bahwa dia sukses mencuri hatiku. Saat itu aku masih kecil. Tapi aku langsung jatuh hati pada senyumannya. Tatia punya senyuman secerah mentari. Hangat senyumnya selalu sukses mencerahkan hariku. Hawa sedingin apapun, akan terasa hangat dengan melihat senyuman Tatia. Yah, setidaknya, itulah arti senyuman Tatia bagiku.
Kami tumbuh dan besar bersama sebagai seorang sahabat. Aku selalu mendengarkan keluh kesahnya. Aku selalu ada disampingnya saat ia membutuhkanku. Aku menemaninya di saat dia tertawa maupun menangis. Mungkin Tatia tidak pernah sadar, aku menyayanginya. Menyayanginya lebih dari siapapun. Lebih dari cowok-cowok yang pernah mencoba mendekatinya. Untungnya, dia selalu menolak ajakan pacaran dari cowok-cowok itu.
"Aku nggak suka mereka, Chiko. Aku nggak mau menyakiti hati mereka dengan menerima ajakan mereka padahal aku nggak punya perasaan apa-apa. Aku nggak salah kan Chiko?" Selalu begitu alasan yang Tatia ungkapkan padaku setelah dia mematahkan hati para cowok itu. Aku cuma bisa mengangguk mendukungnya.
"Chikooo!! Itu dia keluar!" seru Tatia sambil menahan napas, melepas earphone iPodnya, dan berpegangan erat padaku. Aku menoleh ke arah yang ditatap Tatia dengan penuh semangat. Seorang cowok berusia 16 tahun membuka pintu pagar, mengeluarkan sepeda fixie-nya. Cowok itu punya rutinitas bersepeda setiap sore. Tatia hafal benar kebiasaan itu. Itulah sebabnya, selama sebulan ini, kami tak pernah absen duduk di bangku taman ini.
Namanya Arya. Cowok itu anak pindahan. Dia dan keluarganya baru saja sebulan yang lalu menempati rumah yang letaknya persis di depan taman tempat kami duduk ini. Dia bertubuh tinggi, berambut cepak, dan punya senyuman berlesung pipi yang aku yakin bisa melumpuhkan hati cewek manapun yang melihatnya. Termasuk hati Tatia.
Baru kali ini Tatia menaruh perhatian khusus pada seorang cowok. Sayangnya, Tatia tidak punya keberanian untuk berkenalan dengannya. Bahkan, Tatia tahu bahwa namanya Arya dari sebuah kebetulan saat teman si Arya berteriak memanggil nama Arya dari depan pagar rumahnya.
Ya. Tatia sama sepertiku, cuma bisa memendam perasaan sukanya itu sendirian. Arya mungkin tidak pernah tahu bahwa ada seorang gadis manis yang menunggu setiap sore, hanya untuk melihat sosoknya dikejauhan.
Ironisnya, Tatia juga mungkin tidak akan pernah tahu, kalau aku, yang selama ini disebelahnya, mencintainya setengah mati. "Aku sayang kamu Chiko. Kamu sayang aku kan? Kamu memang sahabat terbaikku!" begitu selalu ujarnya saat memelukku. Lihat kan? Tatia hanya menganggapku sebagai sahabat. Tidak lebih. Ah, Tatia... seandainya kau tahu. Aku mencintaimu, lebih dari sekedar sahabat.
Disebelahku, Tatia masih berpegangan erat padaku. Matanya lekat menatap Arya yang sedang mengecek keadaan sepedanya sebelum berangkat. Memandangnya seakan takut untuk berkedip. Seakan takut, kalau sedikit saja dia meleng, Arya akan lenyap. Padahal, Arya tidak pernah sekalipun menoleh ke arah kami. Mungkin dia tidak menyadari keberadaan kami ya?
Tapi sepertinya hari ini keajaiban datang. Tiba-tiba, Arya menoleh ke arah kami. Dan tersenyum! Tatia mempererat pegangannya padaku. Aduh, sakit! batinku. Tapi aku diam saja. Kalau dengan mempererat pegangannya dia merasa lebih tenang, aku tak keberatan kok.
Disebelahku, Tatia tampak pucat. Dia bahkan menoleh ke belakang untuk memastikan dibelakang kami tidak ada orang lain yang mungkin disenyumi oleh Arya. Jelas saja dia shock kehadirannya disadari oleh Arya. Sudah sebulan ini kami duduk di bawah bayang-bayang rindang pohon di taman.
Ajaibnya lagi, Arya mendatangi kami. Masih dengan senyuman mautnya.
"Hai..." sapa Arya kalem pada kami berdua
Aku menoleh ke Tatia. Memastikan reaksinya. Saking grogi dan shock-nya, Tatia malah bengong memandangi Arya. Kusenggol lengannya dengan tubuhku. Tatia tersadar dan tersenyum ragu-ragu, "H.. hai.." ucapnya terpatah-patah pada Arya.
Arya tertawa renyah. "Kok kelihatannya kaget gitu? Hehe. Aku selalu melihat kalian berdua lho dari dalam rumah. Kalian selalu duduk disini setiap sore kan? Makanya aku jadi penasaran pengin kenalan sama kalian. Namaku Arya, kalian siapa?" tanyanya sambil memandang kami bergantian.
Arya mengulurkan tangan ke Tatia. Tatia menyambut uluran tangan Arya, masih dengan muka shock. Aku bahkan serasa dapat mendengar bunyi deburan jantungnya dari sini. Tatia mencoba tersenyum. Dan jujur saja, baru kali ini, aku melihat Tatia tersenyum semanis ini. Aura mataharinya bersinar lebih terang.
Ah, akhirnya... Tatia menemukan cintanya.
Aku? Oh, jelas aku mendukungnya. Oke, aku akui, aku memang patah hati dan cemburu pada Arya. Tapi, asal Tatia bahagia seperti ini, aku juga ikut bahagia. Aku cukup mendukung Tatia disampingnya sebagai sahabatnya. Cintaku tak akan luntur. Aku akan tetap setia. Bahkan jika nanti Tatia sedih karena Arya, aku akan tetap disampingnya menghiburnya. Bagiku, bisa mencintainya saja sudah cukup. Inilah yang kusebut dengan very extraordinary love.
"Aku Tatia..." Tatia akhirnya bersuara memperkenalkan dirinya.
Arya ganti menoleh ke arahku. Dia mengulurkan tangannya untuk mengelus kepalaku. Tatia ikut menoleh ke arahku kali ini.
"Oh, dia Chiko.. Sahabat sekaligus Golden Retriever kesayanganku," ujar Tatia memperkenalkan aku pada Arya sambil memelukku dengan sangat erat.
"Guk!" ***
Penulis adalah pelajar Universitas Airlangga
No comments:
Post a Comment