-->

Cari

Sunday, August 15, 2010

Bersyukur Itu Penting


Bersyukur Itu Penting
Oleh: Dian Pramesti

Atap rumah adalah tempat favorit Ben. Di sanalah Ben menghabiskan waktu melewati suasana malam yang tenang dengan ditemani angin malam yang dingin. Tak ketinggalan cahaya bintang-bintang yang seolah tersenyum menemaninya. Berat rasanya jika langit itu berubah menjadi putih dan matahari mulai menampakkan diri.

Karena 18 bulan sudah Ben menderita hemofilia, kini Ben tak bisa sebebas dulu lagi. Ben harus bisa menjaga dirinya dengan baik agar tidak kembali masuk rumah sakit karena kecerobohannya. Menjaga agar tubuhnya tidak terluka sedikit pun. Karena sekecil apa pun luka itu, Ben harus menjalani perawatan.

Hal itu membuat Ben selalu menyalahkan dirinya. Dia selalu bertanya dalam hati atas keadaannya. ''Kenapa harus aku yang menjalani ini semua?'' batin Ben saat dia merasa capek dan putus asa. ''Kan masih banyak orang di luar sana. Kenapa harus aku?''

''Assalamualaikum, permisi...,'' terdengar suara seorang gadis dari balik pintu ruang tamu. ''Waalaikumsalam, eh Putri... Mari masuk, Nak,'' jawab ibu Ben sambil mengajaknya masuk. Putri adalah sahabat Ben sejak kecil sampai sekarang. Persahabatan mereka berdua seolah tak terpisahkan. Mereka bahkan tak pernah pisah sekolah.

''Ben ada tante?'' tanya Putri. Ibu Ben menjawab ramah, ''Ada di kamar. Paling-paling dia lagi melamun di atas genting.'' Suasana malam yang tenang membawa pikiran Ben melayang-layang. Dia membayangkan semua impiannya. Saking tenangnya, dia bahkan tak menyadari bahwa ibunya telah memanggil sedari tadi.

Dia terkejut saat melihat sang ibu berdiri di belakangnya. ''Eh ibu, ada apa, Bu?'' tanya Ben sambil tersenyum. ''Ada Putri di bawah, sudah lama dia menunggu," jawab ibunya. Bergegaslah Ben meninggalkan tempat favoritnya itu dan keluar kamar menuju ruang tamu untuk menemui Putri.

''Hai Put, ada apa?'' tanya Ben riang. ''Jalan- jalan keliling kompleks yuk Ben, bosan nih di rumah terus,'' jawab Putri. Ajakan Putri bersambut. ''Ayo! Aku juga lagi bosan di rumah,'' sahut Ben ceria. Mereka segera keluar dan berjalan menyusuri jalan kompleks perumahan.

Suasana sekitar kompleks sangat tenang meski agak dingin. Lampu-lampu taman yang cantik turut mewarnai jalanan di kompleks itu. Saat mereka berdua asyik ngobrol, tiba-tiba Ben terdiam dan melamun. Mereka tengah melewati lapangan basket.

Lapangan itu tampak ramai dengan suara teriakan anak-anak yang bermain basket. ''Kenapa kamu ngeliatin mereka seperti itu, Ben?'' tanya Putri heran. ''Aku pengin seperti mereka. Bebas mau ngapain aja. Nggak takut tubuhnya terluka...'' ujar Ben dengan wajah sedih sambil menatap anak-anak yang asyik melempar bola.

''Ben, kamu jangan bicara seperti itu. Manusia dilahirkan di bumi ini berbeda-beda. Apa pun yang kita dapat, kita harus mensyukuri itu Ben,'' jawab Putri bijaksana. Dia mencoba menghibur Ben yang sedih. ''Semua orang punya kekurangan dan kelebihan. Syukurilah bahwa kamu masih punya keluarga yang utuh dan sayang sama kamu,'' kata Putri.

Ben menatap sahabatnya dengan lembut. ''Iya Put, aku mengerti. Aku harus bisa mensyukuri apa yang sudah aku dapat sekarang,'' jawab Ben sambil tersenyum. Putri lega dengan jawaban Ben.

Tak terasa jarum jam sudah berada di angka sepuluh, Ben baru menyadari saat suasana jalan di kompleks itu semakin sunyi. ''Sudah malam Put, ayo aku antar pulang,'' ajak Ben sambil menarik tangan Putri.

Langit yang gelap dan diterangi bintang-bintang itu kini telah berubah menjadi putih dan matahari pun mulai menampakkan sedikit wajahnya. Menandakan bahwa pagi datang dan hari telah berganti. Setelah bersiap-siap, Ben kemudian pamit kepada ayah dan ibunya. Dengan semangat dia menghidupkan mesin mobil kesayangannya untuk menuju rumah Putri yang menunggunya sejak tadi.

Selama di sekolah, Ben tampak berbeda dari biasanya. Hari ini dia terlihat begitu ceria. Teman-teman Ben, termasuk Putri, dibuat heran melihat perubahan Ben. Keceriaan itu berlangsung hingga bel pulang berbunyi. Ben bergegas menuju ke kelas Putri dan langsung menariknya ke dalam mobil. ''Kita mau ke mana Ben?'' ujar Putri heran.

''Ikut aku ke bank yuk buat ambil uang. Terus kita ke panti asuhan, setelah itu temenin aku belanja makanan buat anak-anak jalanan,'' jawab Ben sambil menjelaskan rentetan rencananya hari itu. ''Ngapain Ben? Nggak biasanya kamu seperti ini?'' tanya Putri yang kebingungan melihat tingkah sahabatnya.

Ben tersenyum simpul, ''Aku pengen berbagi Put, aku mau menyisahkan sebagian uangku buat orang-orang di luar sana yang membutuhkan. Aku seperti ini karena nasihat kamu semalam.'' Putri terlihat bahagia.

''Syukurlah... Aku senang dengarnya Ben. Jadi, gara-gara ini juga tadi sikap kamu di sekolah berubah?'' tanya Putri. ''Yups!'' ujar Ben dengan penuh keyakinan.

Mereka berdua lantas bahu membahu melaksanakan niat mulia itu. Setelah semuanya selesai, Ben dan Putri segera pulang. Setelah mengantar Putri, Ben baru ingat bahwa hari ini adalah jadwal untuk memanjakan mobilnya ke salon. Tanpa berpikir panjang, Ben langsung menjalankan mobilnya ke salon mobil.

Dalam perjalanan ke sana, Ben merasa sangat haus. Dia baru sadar bahwa dirinya sama sekali belum minum sejak siang tadi. Akhirnya Ben memarkir mobilnya di pinggir jalan dan segera keluar menuju warung kecil yang menjual minuman. Tak lama kemudian, terdengar suara ledakan. Ben sangat terkejut ketika melihat ke arah mobilnya.

Ternyata suara itu berasal dari mesin mobilnya yang meledak dan hancur karena tertabrak truk. Setelah ditelusuri, sopir truk itu diduga mengantuk. Sopir yang luka-luka tersebut lantas segera dilarikan ke rumah sakit.

Ben sangat sedih melihat mobil kesayangannya itu hancur tak berbentuk. Dia terus menangis hampir tak percaya. Keluarganya dan Putri pun berusaha menenangkannya. Namun, Ben bisa berpikir positif terhadap peristiwa itu. Dia tetap bersyukur masih bisa berada di tengah-tengah orang yang disayanginya.

Andai berada di dalam mobil tadi, pasti sekarang dia sudah mejalani kembali perawatan-perawatan khusus untuk penderita hemofilia. Ben pun yakin, semua itu ditolong Allah karena dia telah bersedekah tadi siang.

Dia mensyukuri keselamatannya dalam doa yang dipanjatkannya. "Bersedekah bisa menyelamatkan diri dari maut. Janganlah merasa harta akan habis karena digunakan untuk bersedekah. Justru sebaliknya, Tuhan akan membalasnya dengan kebaikan yang tak terduga. Sungguh besar keagungan-Mu Ya Tuhan,'' ucap Ben dengan penuh rasa syukur. ***

Penulis adalah pelajar SMAN 3 Surabaya

It's Very Extraordinary

[ Senin, 09 Agustus 2010 ]
It's Very Extraordinary
Oleh: raisha Irmala

L is for the way you look at me

O is for the only one I see

V is very, very extraordinary

E is even more than anyone that you adore...

Lantunan lagu L-O-V-E dari Nat King Cole mengalun indah dari iPod Touch milik Tatia. Entah sudah berapa kali lagu itu terputar ulang. Itu lagu favorit Tatia. Sahabatku yang manis ini memang tak pernah absen mendengarkan lagu ini. Terutama saat sedang duduk di bangku taman kompleks seperti ini bersamaku. Kami selalu duduk berdua di bangku taman ini setiap sore setelah jalan-jalan keliling kompleks.

Jujur saja. Sebenarnya, aku sama sekali tidak menyukai ide berjalan-jalan sore. Apa sih enaknya berkeliling melihat hal yang sama tiap hari? Aku sih lebih suka tidur di rumah atau main apapun, daripada sekedar berjalan keliling kompleks. Iya kan?

Tapi, aku tidak pernah bisa menolak ajakan Tatia. Lebih tepatnya, aku tidak bisa membiarkannya jalan-jalan sendirian keliling kompleks. Mana bisa aku membiarkan gadis yang kusukai itu jalan sendirian kayak anak hilang? Aku tidak mau melihatnya digoda cowok iseng. Aku akan selalu menjaganya.

Sejak pertama kali melihat Tatia, aku langsung sadar bahwa dia sukses mencuri hatiku. Saat itu aku masih kecil. Tapi aku langsung jatuh hati pada senyumannya. Tatia punya senyuman secerah mentari. Hangat senyumnya selalu sukses mencerahkan hariku. Hawa sedingin apapun, akan terasa hangat dengan melihat senyuman Tatia. Yah, setidaknya, itulah arti senyuman Tatia bagiku.

Kami tumbuh dan besar bersama sebagai seorang sahabat. Aku selalu mendengarkan keluh kesahnya. Aku selalu ada disampingnya saat ia membutuhkanku. Aku menemaninya di saat dia tertawa maupun menangis. Mungkin Tatia tidak pernah sadar, aku menyayanginya. Menyayanginya lebih dari siapapun. Lebih dari cowok-cowok yang pernah mencoba mendekatinya. Untungnya, dia selalu menolak ajakan pacaran dari cowok-cowok itu.

"Aku nggak suka mereka, Chiko. Aku nggak mau menyakiti hati mereka dengan menerima ajakan mereka padahal aku nggak punya perasaan apa-apa. Aku nggak salah kan Chiko?" Selalu begitu alasan yang Tatia ungkapkan padaku setelah dia mematahkan hati para cowok itu. Aku cuma bisa mengangguk mendukungnya.

"Chikooo!! Itu dia keluar!" seru Tatia sambil menahan napas, melepas earphone iPodnya, dan berpegangan erat padaku. Aku menoleh ke arah yang ditatap Tatia dengan penuh semangat. Seorang cowok berusia 16 tahun membuka pintu pagar, mengeluarkan sepeda fixie-nya. Cowok itu punya rutinitas bersepeda setiap sore. Tatia hafal benar kebiasaan itu. Itulah sebabnya, selama sebulan ini, kami tak pernah absen duduk di bangku taman ini.

Namanya Arya. Cowok itu anak pindahan. Dia dan keluarganya baru saja sebulan yang lalu menempati rumah yang letaknya persis di depan taman tempat kami duduk ini. Dia bertubuh tinggi, berambut cepak, dan punya senyuman berlesung pipi yang aku yakin bisa melumpuhkan hati cewek manapun yang melihatnya. Termasuk hati Tatia.

Baru kali ini Tatia menaruh perhatian khusus pada seorang cowok. Sayangnya, Tatia tidak punya keberanian untuk berkenalan dengannya. Bahkan, Tatia tahu bahwa namanya Arya dari sebuah kebetulan saat teman si Arya berteriak memanggil nama Arya dari depan pagar rumahnya.

Ya. Tatia sama sepertiku, cuma bisa memendam perasaan sukanya itu sendirian. Arya mungkin tidak pernah tahu bahwa ada seorang gadis manis yang menunggu setiap sore, hanya untuk melihat sosoknya dikejauhan.

Ironisnya, Tatia juga mungkin tidak akan pernah tahu, kalau aku, yang selama ini disebelahnya, mencintainya setengah mati. "Aku sayang kamu Chiko. Kamu sayang aku kan? Kamu memang sahabat terbaikku!" begitu selalu ujarnya saat memelukku. Lihat kan? Tatia hanya menganggapku sebagai sahabat. Tidak lebih. Ah, Tatia... seandainya kau tahu. Aku mencintaimu, lebih dari sekedar sahabat.

Disebelahku, Tatia masih berpegangan erat padaku. Matanya lekat menatap Arya yang sedang mengecek keadaan sepedanya sebelum berangkat. Memandangnya seakan takut untuk berkedip. Seakan takut, kalau sedikit saja dia meleng, Arya akan lenyap. Padahal, Arya tidak pernah sekalipun menoleh ke arah kami. Mungkin dia tidak menyadari keberadaan kami ya?

Tapi sepertinya hari ini keajaiban datang. Tiba-tiba, Arya menoleh ke arah kami. Dan tersenyum! Tatia mempererat pegangannya padaku. Aduh, sakit! batinku. Tapi aku diam saja. Kalau dengan mempererat pegangannya dia merasa lebih tenang, aku tak keberatan kok.

Disebelahku, Tatia tampak pucat. Dia bahkan menoleh ke belakang untuk memastikan dibelakang kami tidak ada orang lain yang mungkin disenyumi oleh Arya. Jelas saja dia shock kehadirannya disadari oleh Arya. Sudah sebulan ini kami duduk di bawah bayang-bayang rindang pohon di taman.

Ajaibnya lagi, Arya mendatangi kami. Masih dengan senyuman mautnya.

"Hai..." sapa Arya kalem pada kami berdua

Aku menoleh ke Tatia. Memastikan reaksinya. Saking grogi dan shock-nya, Tatia malah bengong memandangi Arya. Kusenggol lengannya dengan tubuhku. Tatia tersadar dan tersenyum ragu-ragu, "H.. hai.." ucapnya terpatah-patah pada Arya.

Arya tertawa renyah. "Kok kelihatannya kaget gitu? Hehe. Aku selalu melihat kalian berdua lho dari dalam rumah. Kalian selalu duduk disini setiap sore kan? Makanya aku jadi penasaran pengin kenalan sama kalian. Namaku Arya, kalian siapa?" tanyanya sambil memandang kami bergantian.

Arya mengulurkan tangan ke Tatia. Tatia menyambut uluran tangan Arya, masih dengan muka shock. Aku bahkan serasa dapat mendengar bunyi deburan jantungnya dari sini. Tatia mencoba tersenyum. Dan jujur saja, baru kali ini, aku melihat Tatia tersenyum semanis ini. Aura mataharinya bersinar lebih terang.

Ah, akhirnya... Tatia menemukan cintanya.

Aku? Oh, jelas aku mendukungnya. Oke, aku akui, aku memang patah hati dan cemburu pada Arya. Tapi, asal Tatia bahagia seperti ini, aku juga ikut bahagia. Aku cukup mendukung Tatia disampingnya sebagai sahabatnya. Cintaku tak akan luntur. Aku akan tetap setia. Bahkan jika nanti Tatia sedih karena Arya, aku akan tetap disampingnya menghiburnya. Bagiku, bisa mencintainya saja sudah cukup. Inilah yang kusebut dengan very extraordinary love.

"Aku Tatia..." Tatia akhirnya bersuara memperkenalkan dirinya.

Arya ganti menoleh ke arahku. Dia mengulurkan tangannya untuk mengelus kepalaku. Tatia ikut menoleh ke arahku kali ini.

"Oh, dia Chiko.. Sahabat sekaligus Golden Retriever kesayanganku," ujar Tatia memperkenalkan aku pada Arya sambil memelukku dengan sangat erat.

"Guk!" ***

Penulis adalah pelajar Universitas Airlangga

PTC yang menguntungkan

DbClix











Wednesday, August 11, 2010

Kabupaten mundur

[ Selasa, 10 Agustus 2010 ]
Dua Kabupaten Mundur

SURABAYA - Pelaksanaan program pondok kesehatan desa (ponkesdes) yang digadang-gadang Pemprov Jatim mulai berjalan pertengahan tahun ini lagi-lagi terkendala. Di antara 28 kabupaten dan kota yang seharusnya ikut serta, ada dua kabupaten yang mengundurkan diri. Yakni, Kabupaten Jombang dan Nganjuk.

"Jombang dan Nganjuk mundur karena mereka belum merekrut perawat untuk ditempatkan di ponkesdes," kata Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jatim dr Pawik Supriadi SpJp(K) kemarin (9/8).

Dengan mundurnya dua kabupaten tersebut, target ponkesdes di Jatim yang seharusnya 1.814 unit turun 80 unit sehingga menjadi 1.734 unit. Sebab, Nganjuk sedianya dilengkapi 50 ponkesdes, sedangkan Jombang mengajukan pengadaan 30 ponkesdes.

Dengan mundurnya Jombang dan Nganjuk, saat ini hanya 24 di antara 29 kabupaten di Jatim yang dilengkapi ponkesdes. Tiga kabupaten lagi, yakni Jember, Tuban, dan Tulungagung, tahun ini memang belum akan dilengkapi ponkesdes. Sebab, tiga kabupaten tersebut belum mempersiapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk pengadaan ponkesdes.

"Ketika ada rencana program itu, APBD di daerah masing-masing sudah digedok. Jadi, untuk tahun ini mereka belum ikut dulu. Kami harap, tahun depan program ini sudah jalan di semua kabupaten," terangnya. (rum/c8/aww) by jawapos

KPK periksa mantan menkes

[ Selasa, 10 Agustus 2010 ]
Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Diperiksa KPK
Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Alat Rontgen

JAKARTA - Setelah sebelumnya absen dari jadwal pemeriksaan, mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari kemarin (9/8) memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Siti dimintai keterangan terkait dengan kasus korupsi pengadaan alat rontgen portabel untuk pelayanan puskesmas di Biro Perencanaan dan Anggaran Setjen Depkes (sekarang Kemenkes) tahun anggaran 2007.

Salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu tiba di gedung KPK sekitar pukul 08.30. Siti menjalani pemeriksaan sekitar 2,5 jam.

Begitu keluar, Siti langsung dihujani pertanyaan seputar kasus korupsi yang telah menjerat mantan Sekjen Depkes Sjafii Achmad sebagai tersangka tersebut. Ketika ditanya soal materi pemeriksaan, Siti menjawab bahwa dirinya hanya melengkapi bukti terkait dengan berkas Sjafii. "Saya hanya ditanya apakah kenal dengan Sjafii sebagai Sekjen Depkes," papar Siti.

Meski menyatakan mengenal Sjafii sebagai bawahan, Siti mengaku tidak mengetahui soal proyek pengadaan alat rontgen portabel tersebut. Dia menjelaskan, proyek pengadaan itu hanya merupakan proyek kecil yang tercantum dalam anggaran. Dia juga mengatakan tidak ikut menandatangani disposisi terkait dengan proyek tersebut. "(Proyek) itu tidak perlu tanda tangan saya," imbuhnya.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi membenarkan bahwa Siti diperiksa sebagai saksi terkait dengan kasus korupsi pengadaan alat rontgen portabel dengan tersangka Sjafii.  

Seperti diberitakan, KPK menahan Sjafii Achmad di Rutan Polres Jakarta Pusat pada 5 Agustus lalu. Sjafii diduga bersama-sama dengan mantan Komisaris PT Kimia Farma Trading and Distribution Budiarto Maliang dan Direktur Bina Kesehatan Komunitas Kemenkes Edi Suranto menyalahgunakan wewenang terkait dengan pengadaan rontgen portabel tahun anggaran 2007.

Pengadaan peralatan tersebut dimaksudkan untuk pelayanan puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan pulau-pulau kecil di Biro Perencanaan dan Anggaran Setjen Kemenkes. Selain itu, tersangka diduga menerima hadiah berupa uang Rp 750 juta.

KPK sebelumnya menetapkan tiga tersangka lain dalam kasus tersebut. Yakni Edi Suranto, Budiarto Maliang, dan mantan Kabiro Perencanaan pada Setjen Kemenkes Mardiono. Mardiono telah divonis bersalah dan dihukum dua tahun penjara. Sementara Budiarto Maliang baru saja menjalani sidang tuntutan. (ken/c9/ari). by jawapos